Warna adalah
spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna
putih). Alam kaya akan warna.
Beberapa warna, seperti warna buluh burung kolibri ataupun merak, timbul dari
difraksi cahaya oleh struktur yang unik dari bulu itu. Namun, kebanyakan warna
alam disebabkan oleh absorpsi panjang-panjang gelombang tertentu cahaya putih oleh
senyawa organik.
Identitas suatu warna ditentukan
panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai contoh warna biru memiliki panjang
gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata
manusia atau daerah tampak spektrum dari radiasi elektromagnetik berkisar
antara 380−780 nanometer. Radiasi yang tersebar secara merata akan tampak
sebagai cahaya putih dan yang akan terurai dalam warna-warna spektrum bias dengan adanya penyaringan oleh prisma atau kisi-kisi pelontaran (difraction grating) yang dipersepsikan sebagai
sinar kosmik/foton (lembayung, indigo, biru, hijau, kuning, jingga, merah).
Pada tahun 1876
Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik
yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat
antara warna dengan serat. Secara lebih luas zat warna tersusun dari
hidrokarbon tak jenuh, Chromogen, Auxocrome dan
zat aditif (migration, levelling, wetting agent, dsb).
1.
Chromogen adalah senyawa aromatik yang
berisi chromopores (Yunani: chroma= “warna”, phoros= “mengemban”), yaitu gugus tak jenuh yang dapat menjalani transisi π ----> π* dan n----> π* (teori
eksitasi transisi elektron). Kromofor merupakan zat pemberi warna yang berasal daari
radikal kimia, seperti kelompok nitroso (−NO), kelompok nitro (−NO2), kelompok azo (−N≡N), kelompok ethyline (>C=C<), kelompok carbonyl (>C=O), kelompok carbon-nitrogen (>C=NH dan –CH=N), kelompok belerang (>C=S) dan (>C−S−S−C<). Macam-macam zat warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut
dengan senyawa kimia lain. Sebagai contoh kuning jeruk (orange) diperoleh dari
radikal ethylene yang bergabung dengan senyawa lain membentuk hidrokarbon dimethylfulvene.
2.
Auxochrome (Yunani: auxanein= “meningkatkan”), yaitu gugus
yang tidak dapat menjalani transisi π--->
π* tetapi dapat menjalani transisi elektron n.
Auksokrom merupakan gugus yang dapat meningkatkan daya kerja kromofor agar optimal dalam pengikatan. Auksokrom terdiri dari golongan kation yaitu –NH2,
–NHMe, –NMe2 seperti –+NMe2Cl-,
golongan anion yaitu SO3H-, –OH, –COOH, seperti –O-, –SO3-, dsb. Auxochrome juga merupakan radikal yang
memudahkan terjadinya pelarutan –COOH atau –SO3H, dapat juga berupa kelompok pembentuk garam – NH2 atau –OH. Kebanyakan zat organik berwarna adalah hibrida resonansi dari dua
struktur atau lebih.
Bahan
pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna
yang memiliki afinitas kimia terhadap
benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan
larut di air. Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant
untuk
meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna. Bahan pewarna dan pigment
terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang gelombang tertentu dari
cahaya. Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya tidak dapat larut,
dan tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
Bukti
arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan di Timur Tengah, pewarna
telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat diperoleh dari
hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini
tidak memerlukan proses pengolahan yang rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama
bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnya akar-akaran, beri-berian, kulit kayu,
daun, dan kayu. Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil.
1.
Pewarna alamiah
Pewarna alamiah dapat berasal dari
tumbuh-tumbuhan, hewan, atau mineral. Zat warna yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan,
misalnya nila (indigo) memberikan warna biru, kulit batang jeruk memberikan warna kuning, ketapang memberikan warna coklat
kehitaman, dan sebagainya. Zat warna hewan, misalnya lendir kerang memberikan warna
merah, caro memberikan warna merah tua, dan sebagainya. Zat
warna dari mineral, misalnya besi (Fe) memberikan warna coklat, mangan (Mn) memberikan warna merah, krom (Cr) memberikan warna hitam, dan sebagainya
Naftokuinon
dan antrakuinon merupakan bahan pewarna alamiah yang lazim. Junglon (junglone)
ialah naftakuinon yang berperan dalam pewarna kulit biji walnut (semacam
kenari). Lawson (lawsone) memilki struktur serupa dengan
junglon. Zat ini terdapat dalam enai India, yang digunakan sebagai cat pemerah
rambut. Suatu antrakuinon yang khas, asam karminat, merupakan pigmen merah utama cochineal,
suatu jenis serangga (kepik/Coccus catli
L.), yang digunakan sebagai zat warna merah dalam makanan dan kosmetik.
Alizarin adalah zat warna lain dari kelas antrakuinon.
Kebanyakan warna bunga
merah dan biru disebabkan oleh glukosida yang disebut antosianin. Bagian bukan
gula dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan merupakan
suatu tipe garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan oleh suatu
antosianin, bergantung pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower dan warna merah
bunga mawar disebabkan oleh antosianin yang sama, yakni sianin. Dalam sekuntum
mawar merah, sianin berada dalam bentuk fenol. Dalam cornflower biru,
sianin berada dalam bentuk anionnya, dengan hilangnya sebuah proton dari
salah satu gugus fenolnya.
Istilah
garam flavilium berasal dari nama flavon, yang merupakan senyawa
yang tak berwarna. Adisi gugus hidroksil menghasilkan flavonol,
yang berwarna kuning. (Latin: flavus= “kuning”).
Suatu zat
warna ialah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna kesuatu
objek atau suatu kain. Sejarah zat warna bermula pada zaman
prasejarah. Indigo merupakan
zat warna tertua. Zat ini digunakan oleh orang Mesir kuno untuk mewarnai
pakaian mumi. Ungu Tirus yang
diperoleh dari siput Murex dijumpai di dekat kota Tirus. Ungu Tirus digunakan
oleh orang Romawi untuk mewarnai jubah maharaja. Alizarin disebut juga merah Turki, diperoleh dari akar pohon
madder pada abad 18 dan 19. Zat ini digunakan untuk mewarnai baju merah
prajurit Inggris.
Terdapat
banyak sekali senyawa organik berwarna, namun hanya beberapa yang sesuai untuk
zat warna. Agar dapat digunakan sebagai pewarna, senyawa itu harus tidak luntur
(tetap pada kain selama pencucian), harus terikat pada kain dengan satu atau
lain cara. Suatu kain yang terbuat dari serat polipropilena atau hidrokarbon
yang serupa sukar untuk diwarnai karena tidak memiliki gugus fungsional untuk
menarik molekul-molekul zat warna. Namun kain ini berhasil diwarnai dengan memasukkan
suatu kompleks logam zat warna ke dalam polimer itu. Mewarnai kapas (selulosa)
lebih mudah karena ikatan hidrogen antara gugus hidroksil satuan glukosa dan
gugus molekul zat warna akan mengikat zat warna itu pada pakaian. Serat polipeptida,
seperti wol atau sutera, merupakan tekstil yang paling gampang untuk diwarnai
karena mereka mengandung banyak gugus polar yang dapat berinteraksi
dengan molekul zat warna.
Suatu zat
warna langsung ialah zat warna yang diaplikasikan lansung ke kain
dari dalam suatu larutan (air) panas. Jika tekstil yang akan diwarnai itu
mempunyai gugus polar, seperti dalam serat peptida, maka dengan memasukkan
suatu zat warna, baik dengan suatu gugus amino maupun dengan suatu gugus asam
kuat akan menyebabkan zat warna itu tidak luntur. Kuning Martius adalah suatu zat warna langsung yang
lazim. Gugus fenol yang asam dalam kuning Martius bereaksi dengan rantai
samping yang basa dalam wol ataupun sutera.
Suatu zat
warna tong (vat dye) adalah
suatu zat warna yang diaplikasikan pada tekstil dalam bentuk terlarut. Baju
biru yang dikirim oleh orang-orang Perancis kepada orang Amerika dalam Revolusi
Amerika diwarnai dengan indigo,
suatu zat warna tong yang
lazim. Indigo diperoleh dari fermentasi suatu
tumbuhan woad (Isatis tincoria) di Eropa barat atau
tumbuhan spesi indigofera, yang tumbuh di negeri-negeri tropis.
Kedua tanaman ini mengandung glukosida indikan, yang dapat
dihidrolisis menjadi glukosa dan indoksil,
suatu prekursor (zat pendahulu) yang tak berwarna dari indigo. Tekstil direndam dalam
campuran fermentasiyang mengandung indoksil, kemudian ibiarkan kering di
udara. Oksida indoksil oleh
udara menghasilkan indigo yang tidak larut dan berwarna biru. Indigo mengendap
dalam bentuk cis, yang mengalami isomerisasi serta-merta
menajadi isomer trans.
Suatu zat warna mordan (mordant) adalah
zat warna yang dibuat tak larut pada suatu tekstil dengan mengkomplekskan atau
menyepit (chelation) dengan suatu ion
logam, yang disebut mordan (mordant: Latin: mordere= “menggigit”).
Mula-mula tekstil itu diolah dengan suatu garam logam (seperti Al, Cu, Co, atau
Cr), kemudian diolah dengan suatu bentuk larut dari zat warna itu. Reaksi penyepitan
pada permukaan tekstil akan menghasilkan zat warna permanen. Salah satu zat
warna mordan tertua ialah alizarin, yang
membentuk warna berlainan
bergantung ion logam yang
digunakan. Misalnya, alizarin memberikan
suatu warna merah-mawar dengan Al3+ dan warna biru dengan Ba2+.
Zat warna azo merupakan kelas zat yang
terbesar dan terpenting. Jumlahnya mencapai ribuan. Dalam pewarnaan azo,
mula-mula tekstil itu dibasahi dengan senyawa aromatik yang terakaktifkan
terhadap subtitusi elektrofilik, kemudian diolah dengan suatu garam
diazonium untuk membentuk zat warna.
2.
Pewarna sintetik
Pewarna organik pertama yang dibuat
oleh manusia adalah mauveine. Pewarna sintetik ini ditemukan
oleh William Henry Perkin pada tahun 1856. Sejak itu, berbagai
jenis pewarna sintetik berhasil disintesis. Pewarna sintetik secara cepat
menggantikan peran dari pewarna alami sebagai bahan pewarna. Hal ini disebabkan
karena biaya produksinya yang lebih murah, jenis warna yang lebih banyak, dan
kemampuan pewarnaan yang lebih baik. Pewarna sintetik diklasifikasikan
berdasarkan cara penggunaan ketika proses pewarnaan. Secara umum, pewarna
sintetik digolongkan sebagai pewarna asam, pewarna basa, pewarna direct (langsung), pewarna mordant,
pewarna vat, pewarna reaktif, pewarna
disperse, pewarna azo, dan pewarna
sulfur. Zat organik tak jenuh umumnya
berasal dari senyawa aromatik dan derivatifnya (benzena, toluena, xilena, naftalena, antrasena, dsb.), fenol dan derivatifnya (fenol, orto/meta/para kresol, dsb.), senyawa mengandung nitrogen (piridina, kinolina, korbazolum, dsb.).
Daftar Pustaka
L., Frederik K.. 2012. Pewarna. (online). http://fredatorinsting.blogspot.co.id/2012/01/p-e-w-r-n.html.
(Diakses pada 19 September 2015).
Rozi, Ahmad. 2011. Zat Warna. (online). http://rozichem91.blogspot.co.id/2011/03/zat-warna.html.
(Diakses pada 19 September 2015).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar