Menuangkan ide-ide dalam tulisan

Selasa, 13 Oktober 2015

Dari Mana Warna Terbentuk?

Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Alam kaya akan warna. Beberapa warna, seperti warna buluh burung kolibri ataupun merak, timbul dari difraksi cahaya oleh struktur yang unik dari bulu itu. Namun, kebanyakan warna alam disebabkan oleh absorpsi panjang-panjang gelombang tertentu cahaya putih oleh senyawa organik.
Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia atau daerah tampak spektrum dari radiasi elektromagnetik berkisar antara 380−780 nanometer.  Radiasi yang tersebar secara merata akan tampak sebagai cahaya putih dan yang akan terurai dalam warna-warna spektrum bias dengan adanya penyaringan oleh prisma atau kisi-kisi pelontaran (difraction grating) yang dipersepsikan sebagai sinar kosmik/foton (lembayung, indigo, biru, hijau, kuning, jingga, merah).
Pada tahun 1876 Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas  zat warna tersusun dari hidrokarbon tak jenuh, ChromogenAuxocrome dan  zat aditif (migration, levelling, wetting agent, dsb).
1.      Chromogen adalah senyawa aromatik yang berisi chromopores (Yunani: chroma= “warna”, phoros= “mengemban”), yaitu gugus tak jenuh yang dapat menjalani transisi π ----> π* dan n----> π* (teori eksitasi transisi elektron). Kromofor merupakan zat pemberi warna yang berasal daari radikal kimia, seperti kelompok nitroso (−NO), kelompok nitro (−NO2), kelompok azo (−N≡N), kelompok ethyline (>C=C<), kelompok carbonyl (>C=O), kelompok carbon-nitrogen (>C=NH dan –CH=N), kelompok belerang (>C=S) dan (>C−S−S−C<). Macam-macam zat warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut dengan senyawa kimia lain. Sebagai contoh kuning jeruk (orange) diperoleh dari radikal ethylene yang bergabung dengan senyawa lain membentuk hidrokarbon dimethylfulvene.
2.      Auxochrome (Yunani: auxanein= “meningkatkan”), yaitu gugus yang tidak dapat menjalani transisi π---> π* tetapi dapat menjalani transisi elektron n. Auksokrom merupakan gugus yang dapat meningkatkan daya kerja kromofor agar optimal dalam pengikatan. Auksokrom terdiri dari golongan kation yaitu –NH2, –NHMe, –NMe2 seperti –+NMe2Cl-, golongan anion yaitu SO3H-, –OH, –COOH, seperti –O-, –SO3-, dsb.  Auxochrome juga merupakan radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan –COOH atau –SO3H, dapat juga berupa kelompok pembentuk garam – NH2 atau –OH. Kebanyakan zat organik berwarna adalah hibrida resonansi dari dua struktur atau lebih.
Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna. Bahan pewarna dan pigment terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya tidak dapat larut, dan tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
Bukti arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan di Timur Tengah, pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan yang rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnya akar-akaran, beri-berian, kulit kayu, daun, dan kayu. Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil.
1.      Pewarna alamiah
Pewarna alamiah dapat berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, atau mineral. Zat warna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, misalnya nila (indigo) memberikan warna biru, kulit batang jeruk memberikan warna kuning, ketapang memberikan warna coklat kehitaman, dan sebagainya. Zat warna hewan, misalnya lendir kerang memberikan warna merah, caro memberikan warna merah tua, dan sebagainya. Zat warna dari mineral, misalnya besi (Fe) memberikan warna coklat, mangan (Mn) memberikan warna merah, krom (Cr) memberikan warna hitam, dan sebagainya
Naftokuinon dan antrakuinon merupakan bahan pewarna alamiah yang lazim.  Junglon (junglone) ialah naftakuinon yang berperan dalam pewarna kulit biji walnut (semacam kenari). Lawson (lawsone) memilki struktur serupa dengan junglon. Zat ini terdapat dalam enai India, yang digunakan sebagai cat pemerah rambut. Suatu antrakuinon yang khas, asam karminat, merupakan pigmen merah  utama cochineal, suatu jenis serangga (kepik/Coccus catli L.), yang digunakan sebagai zat warna merah dalam makanan dan kosmetik. Alizarin adalah zat warna lain dari kelas antrakuinon.
Kebanyakan warna bunga merah dan biru disebabkan oleh glukosida yang disebut antosianin. Bagian bukan gula dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan merupakan suatu tipe garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan oleh suatu antosianin, bergantung pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower dan warna merah bunga mawar disebabkan oleh antosianin yang sama, yakni sianin. Dalam sekuntum mawar merah, sianin berada dalam bentuk fenol. Dalam cornflower biru, sianin berada dalam bentuk anionnya, dengan hilangnya sebuah proton dari salah satu gugus fenolnya.
Istilah garam flavilium berasal dari nama flavon, yang merupakan senyawa yang tak berwarna. Adisi gugus hidroksil menghasilkan flavonol, yang berwarna kuning. (Latin: flavus= “kuning”).
Suatu zat warna ialah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna kesuatu objek atau suatu kain. Sejarah zat warna bermula pada zaman prasejarah. Indigo merupakan zat warna tertua. Zat ini digunakan oleh orang Mesir kuno untuk mewarnai pakaian mumi. Ungu Tirus yang diperoleh dari siput Murex dijumpai di dekat kota Tirus. Ungu Tirus digunakan oleh orang Romawi untuk mewarnai jubah maharaja. Alizarin disebut juga merah Turki, diperoleh dari akar pohon madder pada abad 18 dan 19. Zat ini digunakan untuk mewarnai baju merah prajurit Inggris.
Terdapat banyak sekali senyawa organik berwarna, namun hanya beberapa yang sesuai untuk zat warna. Agar dapat digunakan sebagai pewarna, senyawa itu harus tidak luntur (tetap pada kain selama pencucian), harus terikat pada kain dengan satu atau lain cara. Suatu kain yang terbuat dari serat polipropilena atau hidrokarbon yang serupa sukar untuk diwarnai karena tidak memiliki gugus fungsional untuk menarik molekul-molekul zat warna. Namun kain ini berhasil diwarnai dengan memasukkan suatu kompleks logam zat warna ke dalam polimer itu. Mewarnai kapas (selulosa) lebih mudah karena ikatan hidrogen antara gugus hidroksil satuan glukosa dan gugus molekul zat warna akan mengikat zat warna itu pada pakaian. Serat polipeptida, seperti wol atau sutera, merupakan tekstil yang paling gampang untuk diwarnai karena mereka mengandung banyak gugus polar yang dapat berinteraksi dengan molekul zat warna.
Suatu zat warna langsung ialah zat warna yang diaplikasikan lansung ke kain dari dalam suatu larutan (air) panas. Jika tekstil yang akan diwarnai itu mempunyai gugus polar, seperti dalam serat peptida, maka dengan memasukkan suatu zat warna, baik dengan suatu gugus amino maupun dengan suatu gugus asam kuat akan menyebabkan zat warna itu tidak luntur. Kuning Martius adalah suatu zat warna langsung yang lazim. Gugus fenol yang asam dalam kuning Martius bereaksi dengan rantai samping yang basa dalam wol ataupun sutera.
Suatu zat warna tong (vat dye) adalah suatu zat warna yang diaplikasikan pada tekstil dalam bentuk terlarut. Baju biru yang dikirim oleh orang-orang Perancis kepada orang Amerika dalam Revolusi Amerika diwarnai dengan indigo, suatu zat warna tong yang lazim. Indigo diperoleh dari fermentasi suatu tumbuhan woad (Isatis tincoria) di Eropa barat atau tumbuhan spesi indigofera, yang tumbuh di negeri-negeri tropis. Kedua tanaman ini mengandung glukosida indikan, yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan indoksil, suatu prekursor (zat pendahulu) yang tak berwarna dari indigo. Tekstil direndam dalam campuran fermentasiyang mengandung indoksil, kemudian ibiarkan kering di udara. Oksida indoksil oleh udara menghasilkan indigo yang tidak larut dan berwarna biru. Indigo mengendap dalam bentuk cis, yang mengalami isomerisasi serta-merta menajadi isomer trans.
Suatu zat warna mordan (mordant) adalah zat warna yang dibuat tak larut pada suatu tekstil dengan mengkomplekskan atau menyepit (chelation) dengan suatu ion logam, yang disebut mordan (mordant: Latin: mordere= “menggigit”). Mula-mula tekstil itu diolah dengan suatu garam logam (seperti Al, Cu, Co, atau Cr), kemudian diolah dengan suatu bentuk larut dari zat warna itu. Reaksi penyepitan pada permukaan tekstil akan menghasilkan zat warna permanen. Salah satu zat warna mordan tertua ialah alizarinyang membentuk warna berlainan bergantung ion logam yang digunakan. Misalnya, alizarin memberikan suatu warna merah-mawar dengan Al3+ dan warna biru dengan Ba2+.
Zat warna azo merupakan kelas zat yang terbesar dan terpenting. Jumlahnya mencapai ribuan. Dalam pewarnaan azo, mula-mula tekstil itu dibasahi dengan senyawa aromatik yang terakaktifkan terhadap subtitusi elektrofilik, kemudian diolah dengan suatu garam diazonium untuk membentuk zat warna.
2.      Pewarna sintetik
Pewarna organik pertama yang dibuat oleh manusia adalah mauveine. Pewarna sintetik ini ditemukan oleh William Henry Perkin pada tahun 1856. Sejak itu, berbagai jenis pewarna sintetik berhasil disintesis. Pewarna sintetik secara cepat menggantikan peran dari pewarna alami sebagai bahan pewarna. Hal ini disebabkan karena biaya produksinya yang lebih murah, jenis warna yang lebih banyak, dan kemampuan pewarnaan yang lebih baik. Pewarna sintetik diklasifikasikan berdasarkan cara penggunaan ketika proses pewarnaan. Secara umum, pewarna sintetik digolongkan sebagai pewarna asam, pewarna basa, pewarna direct (langsung), pewarna mordant, pewarna vat, pewarna reaktif, pewarna disperse, pewarna azo, dan pewarna sulfur. Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa aromatik dan derivatifnya (benzena, toluena, xilena, naftalena, antrasena, dsb.), fenol dan derivatifnya (fenol, orto/meta/para kresol, dsb.), senyawa mengandung nitrogen (piridina, kinolina, korbazolum, dsb.).




Daftar Pustaka
L., Frederik K.. 2012. Pewarna. (online). http://fredatorinsting.blogspot.co.id/2012/01/p-e-w-r-n.html. (Diakses pada 19 September 2015).
Rozi, Ahmad. 2011. Zat Warna. (online). http://rozichem91.blogspot.co.id/2011/03/zat-warna.html. (Diakses pada 19 September 2015).

Tidak ada komentar: